Dalil-Dalil Yang Mendasari Kafa’ah Syarifah
Pada dasarnya ayat-ayat Alquran yang menyebutkan keutamaan dan kemuliaan ahlul bait secara umum merupakan dalil yang mendasari pelaksanaan k...afa’ah dalam perkawinan syarifah. Begitu pula dengan ayat yang terdapat dalam alquran surat al-An’am ayat 87, berbunyi:
ومن أبآئهم وذرّيّتهم وإخوانهم …
“(dan kami lebihkan pula derajat) sebahagian dari bapak-bapak mereka, keturunan mereka dan saudara-saudara mereka…”
Turmudzi meriwayatkan sebuah hadits berasal dari Abbas bin Abdul Mutthalib, ketika Rasulullah ditanya tentang kemuliaan silsilah mereka, beliau menjawab:
ان الله خلق الخلق فجعلني في خيرهم من خيرهم قرنا ثم تخير القبائل فجعلني من خير قبيلة ثم تخير البيوت فجعلني من خيربيوتهم فأنا خيرهم نفسا و خيرهم بيتا
“Allah menciptakan manusia dan telah menciptakan diriku yang berasal dari jenis kelompok manusia terbaik pada waktu yang terbaik. Kemudian Allah menciptakan kabilah-kabilah terbaik, dan menjadikan diriku dari kabilah yang terbaik. Lalu Allah menciptakan keluarga-keluarga terbaik dan menjadikan diriku dari keluarga yang paling baik. Akulah orang yang terbaik di kalangan mereka, baik dari segi pribadi maupun dari segi silsilah“.
Dalam Alquran disebutkan bahwa manusia yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa. Sebagai contoh para sahabat nabi, mereka adalah orang-orang yang mulia walaupun mereka bukan dari kalangan ahlul bait. Memang benar, bahwa mereka semuanya sama-sama bertaqwa, taat dan setia kepada Allah dan Rasul-Nya. Persamaan keutamaan itu disebabkan oleh amal kebajikannya masing-masing. Akan tetapi ada keutamaan yang tidak mungkin dimiliki oleh para sahabat nabi yang bukan ahlul bait. Sebab para anggota ahlul bait secara kodrati dan menurut fitrahnya telah mempunyai keutamaan karena hubungan darah dan keturunan dengan manusia pilihan Allah yaitu nabi Muhammad saw. Hubungan biologis itu merupakan kenyataan yang tidak dapat disangkal dan tidak mungkin dapat diimbangi oleh orang lain. Lebih-lebih lagi setelah turunnya firman Allah swt dalam surah Al-Ahzab ayat 33 yang berbunyi:
إنّما يريد الله ليذهب عنكم الرّجس اهل البيت ويطهّركم تطهيرا
“Sesungguhnya Allah swt bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlu al-bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya”.
Di samping itu Rasulullah saw telah menegaskan dalam sabdanya:
ياأيهاالناس إن الفضل والشرف والمنزلة والولاية لرسول الله وذريته فلا تذ هبن الأباطيل
“Hai manusia bahwasanya keutamaan, kemuliaan, kedudukan dan kepemimpinan ada pada Rasulullah Rasulullah dan keturunannya. Janganlah kalian diseret oleh kebatilan”.
Dengan keutamaan dzatiyah dan keutamaan amaliyah, para ahlul bait dan keturunan rasul memiliki keutamaan ganda, keutamaan yang tidak dimiliki oleh orang lain. Keutamaan ganda itulah (khususnya keutamaan dzatiyah) yang mendasari pelaksanaan kafa’ah di kalangan keturunan Rasullulah.
Sedangkan hadits Rasulullah yang memberikan dasar pelaksanaan kafa’ah syarifah adalah hadits tentang peristiwa pernikahan Siti Fathimah dengan Ali bin Abi Thalib, sebagaimana kita telah ketahui bahwa mereka berdua adalah manusia suci yang telah dinikahkan Rasulullah saw berdasarkan wahyu Allah swt . Dalam kitab Makarim al-Akhlaq terdapat hadits yang berbunyi:
إنما انا بشر مثلكم أتزوّج فيكم وأزوّجكم إلا فاطمة فإن تزويجها نزل من السّماء , ونظر رسول الله إلى أولاد علي وجعفر فقال بناتنا لبنينا وبنونا لبناتنا
“Sesungguhnya aku hanya seorang manusia biasa yang kawin dengan kalian dan mengawinkan anak-anakku kepada kalian, kecuali perkawinan anakku Fathimah. Sesungguhnya perkawinan Fathimah adalah perintah yang diturunkan dari langit (telah ditentukan oleh Allah swt). Kemudian Rasulullah memandang kepada anak-anak Ali dan anak-anak Ja’far, dan beliau berkata : Anak-anak perempuan kami hanya menikah dengan anak-anak laki kami, dan anak-anak laki kami hanya menikah dengan anak-anak perempuan kami”.
Menurut hadits di atas dapat kita ketahui bahwa: Anak-anak perempuan kami (syarifah) menikah dengan anak-anak laki kami (sayid/syarif), begitu pula sebaliknya anak-anak laki kami (sayid/syarif) menikah dengan anak-anak perempuan kami (syarifah). Berdasarkan hadits ini jelaslah bahwa pelaksanaan kafa’ah yang dilakukan oleh para keluarga Alawiyin didasari oleh perbuatan rasul, yang dicontohkannya dalam menikahkan anak puterinya Fathimah dengan Ali bin Abi Thalib. Hal itu pula yang mendasari para keluarga Alawiyin menjaga anak puterinya untuk tetap menikah dengan laki-laki yang sekufu sampai saat ini.
Di zaman Syekh Umar Muhdhar bin Abdurahman al-Saqqaf, oleh para keluarga Alawiyin beliau diangkat menjadi ‘Naqib al-Alawiyin’ yang salah satu tugas khususnya adalah menjaga agar keluarga Alawiyin menikahkan putrinya dengan lelaki yang sekufu’. Mustahil jika ulama Alawiyin seperti Muhammad bin Ali al-Faqih al-Muqaddam, Syekh Abdurahman al-Saqqaf, Syekh Umar Muhdhar, Syekh Abu Bakar Sakran, Syekh Abdullah Alaydrus, Syekh Ali bin Abi Bakar Sakran dan lainnya, melaksanakan pernikahan yang sekufu’ antara syarifah dengan sayid hanya berdasarkan dan mengutamakan adat semata-mata dengan meninggalkan ajaran datuknya Rasulullah saw sebagai uswatun hasanah bagi umat, padahal mereka bukan saja mengetahui hal-hal yang zhohir tapi juga mengetahui hal-hal bathin yang didapat karena kedekatan mereka dengan Allah swt.
Hadits-hadits lain yang menjadi dasar pelaksanaan kafa’ah adalah hadits yang diriwayatkan oleh Thabrani, Al-Hakim dan Rafi’i:
فإنهم عترتي, خلقوا من طينتي ورزقوا فهمي و علمي, فويل للمكذّبين بفضلهم من أمتي القاطعين منهم صلتي لا أنزلهم الله شفاعتي
“…maka mereka itu keturunanku diciptakan (oleh Allah) dari darah dagingku dan dikaruniai pengertian serta pengetahuannku. Celakalah (neraka wail) bagi orang dari ummatku yang mendustakan keutamaan mereka dan memutuskan hubunganku dari mereka. Kepada mereka itu Allah tidak akan menurunkan syafa’atku.”
Dalam berbagai buku sejarah telah tertulis bahwa khalifah Abu Bakar dan Umar bersungguh-sungguh untuk melamar Siti Fathimah dengan harapan keduanya menjadi menantu nabi. Al-Thabary dalam kitabnya yang berjudul Dzakhairul Uqba halaman 30 mengetengahkan sebuah riwayat, bahwa Abu Bakar Ash-Shiddiq pernah meminang Siti Fathimah, oleh Rasulullah dijawab: ‘Allah belum menurunkan takdir-Nya’. Demikian pula jawaban Rasulullah kepada Umar bin Khattab ketika meminang Siti Fathimah ra. Mengapa mereka ingin menjadi menantu nabi? Dua orang sahabat itu meminang Fathimah, semata-mata ingin mempunyai hubungan kekerabatan dengan Rasulullah dan karena keutamaan-keutamaan yang diperoleh keluarga nabi menyebabkan mereka ingin sekali menjadi menantunya. Mereka mendengar Rasulullah bersabda:
كلّ نسب وصهر ينقطع يوم القيامة إلا نسبي و صهري
“Semua hubungan nasab dan shihr (kerabat sebab hubungan perkawinan) akan terputus pada hari kiamat kecuali nasab dan shihr-ku”
Seharusnya para keturunan Rasulullah yang hidup saat ini melipatgandakan rasa syukurnya kepada Allah, karena melalui kakeknya Nabi Muhammad saw mereka menjadi manusia yang memiliki keutamaan dan kemuliaan, bukan sebaliknya mereka kufur ni’mat atas apa yang mereka telah dapatkan dengan melepas keutamaan dan kemuliaan diri dan keturunannya melalui pernikahan yang mengabaikan kafa’ah nasab dalam perkawinan anak dan saudara perempuannya, yaitu dengan mengawinkan anak dan saudara perempuannya sebagai seorang syarifah dengan lelaki yang bukan sayyid.
Dijelaskan oleh Sayyid Usman bin Abdullah bin Yahya (Mufti Betawi):
‘Dalam perkara kafa’ah, tidaklah sah perkawinan seorang laki-laki dengan perempuan yang tidak sekufu’ apalagi perempuan itu seorang syarifah maka yang bukan sayyid tidak boleh menikahinya sekalipun syarifah itu dan walinya menyetujuinya. Sekalipun para fakih telah berkata bahwa pernikahan itu sah namun para ulama ahlul bait mempunyai ijtihad dan ikhtiar dalam perkara syara’ yang tiada di dapati oleh para fakih lain. Maka sesudah diketahui segala nash ini tentang larangan pernikahan wanita keturunan ahlul bait nabi SAW, sebaiknya menjauhkan diri dari memfatwakan bolehnya pernikahan syarifah dengan selain dari keturunan Rasulullah tersebut dengan berlandaskan semata-mata nash umum fuqaha, yakni nikah itu sah bila si wanitanya ridha dan walinya yang dekatpun ridha. Hal ini berlaku secara umum, tidak berlaku untuk syarifah dengan lain bangsa yang bukan sayyid’.
Selanjutnya beliau berkata:
‘Daripada yang menjadi godaan yang menyakitkan hati Sayidatuna Fathimah dan sekalian keluarga daripada sayid, yaitu bahwa seorang yang bukannya dia daripada bangsa sayid Bani Alawi, ia beristerikan syarifah daripada bangsa Bani Alawi, demikian juga orang yang memfatwakan harus dinikahkannya, demikian juga orang yang menjadi perantaranya pernikahan itu, karena sekaliannya itu telah menyakitkan Sayidatuna Fathimah dan anak cucunya keluarga Rasulullah saw’
--------------------------
Kepada siapapun yang mempunyai pikiran bahwa ulama Alawiyin yang melaksanakan pernikahan antara syarifah dengan sayid berdasarkan adat semata-mata, dianjurkan untuk beristighfar dan mengkaji kembali mengapa para ulama Alawiyin mewajibkan pernikahan tersebut, hal itu bertujuan agar kemuliaan dan keutamaan mereka sebagai keturunan Rasulullah saw yang telah ditetapkan dalam alquran dan hadits Nabi saw, tetap berada pada diri mereka. Sebaliknya, jika telah terjadi pernikahan antara syarifah dengan lelaki yang bukan sayid, maka anak keturunan selanjutnya adalah bukan sayid, hal itu disebabkan karena anak mengikuti garis ayahnya, akibatnya keutamaan serta kemuliaan yang khusus dikarunia oleh Allah swt untuk ahlul bait dan keturunannya tidak dapat disandang oleh anak cucu keturunan seorang syarifah yang menikah dengan lelaki yang bukan sayid.
Hadits-hadits lain yang menjadi dasar pelaksanaan kafa’ah adalah hadits yang diriwayatkan oleh Thabrani, Al-Hakim dan Rafi’i:
فإنهم عترتي, خلقوا من طينتي ورزقوا فهمي و علمي, فويل للمكذّبين بفضلهم من أمتي القاطعين منهم صلتي لا أنزلهم الله شفاعتي
“…maka mereka itu keturunanku diciptakan (oleh Allah) dari darah dagingku dan dikaruniai pengertian serta pengetahuannku. Celakalah (neraka wail) bagi orang dari ummatku yang mendustakan keutamaan mereka dan memutuskan hubunganku dari mereka. Kepada mereka itu Allah tidak akan menurunkan syafa’atku.”
Adapun makna yang terkandung dalam hadits ini adalah dalam hal nasab mustahil akan terjadi pemutusan hubungan keturunan nabi saw kalau tidak dengan terputusnya nasab seorang anak dan tidak akan terputus nasab seorang anak kalau bukan disebabkan perkawinan syarifah dengan lelaki yang tidak menyambung nasabnya kepada nabi saw. Dan jika telah terjadi pemutusan hubungan tersebut, maka menurut hadits di atas Nabi Muhammad tidak akan memberi syafa’atnya kepada orang yang memutuskan hubungan keturunannya kepada Rasulullah melalui perkawinan syarifah dengan lelaki yang bukan sayid
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tinggalkan Pesan ^_^
AssWrWb Sdr.Mudhaffar,
BalasHapusmembaca tulisan anda, cukup membingungkan bagi saya. dan saya minta ketegasan dari anda. apakah boleh dan apakah sah bila seorang sayyidatina/syarifah menikah dgn laki-laki yg bukan ahlul bait....itu saja.tolong beri jawaban ke email saya : alawiran@gmail.com
terima kasih
Wass
alawiran
Tidak Boleh....
BalasHapusHabib membantai jamaahnya sendiri gara-gara tdk bisa bayar hutang.
BalasHapushttp://www.kabarbanyuwangi.info/salat-jamaah-skenario-habib.html
@cahaya gusti. kasus oknum habib yg anda maksud diatas sampai saat ini blm terbukti dan blm ada putusan hukum yg jelas/ngambang.karna pelaku utama masih blm trtangkap.
BalasHapushabib yg saya hormati, untuk keperluan pembelajaran saya,. apakah habib berkenan memberikan kejelasan tentang:
BalasHapushadis Dalam kitab Makarim al-Akhlaq yang berbunyi :
إنما انا بشر مثلكم أتزوّج فيكم وأزوّجكم إلا فاطمة فإن تزويجها نزل من السّماء , ونظر رسول الله إلى أولاد علي وجعفر فقال بناتنا لبنينا وبنونا لبناتنا
1. yg habib maksud kitab makarim al-Akhlaq diatas, itu yg karangan siapa? sy cb search di Maktabah Syamilah, terdapat beberapa kitab Makarim al-akhlaq
2. teks hadis tersebut ada di bab apa dan halaman berapa? karena saya searching belum menemukan teks tersebut..
mohon maaf atas kebodohan dan ketidaktelitian saya, dan saya tidak bermaksud lain, saya memang ingin belajar,,
terima kasih
Arti nya habib dan syarifah punya surga yang lain kelak di akherat nanti, karena mereka golongan yang lebih tinggi dari umat islam yang lain.
BalasHapustolong jgn berstatement menurut akal nafsu sendiri apalagi jika berniat membenturkan umat islam habaib khususnya
HapusAgama Islam ini milik Allah yang diturunkan melalui Rasulullah sebagai perintah bagi manusia untuk menyembah Allah dan petunjuk dalam menjalani kehidupan di muka bumi. Bukan untuk menjadikan segolongan manusia lebih mulia daripada manusia lain. Islam tidak mengenal hal semacam kasta tersebut.
BalasHapusOrang yang paling mulia disisi Allah adalah yang paling bertaqwa. Iman bukanlah warisan
"Sesungguhnya Muhammad bukan bapak dari seorang laki-laki". Mungkin inilah mengapa Allah mewafatkan Qasim dan Ibrahim dua putera Rasulullah ketika masih kecil, agar manusia tidak berlebihan terhadap keturunan Rasulullah yang sebesanrnya bernasab kepada Ali bin Abi Thalib.
apakah anda percaya bahwa imam mahdi keturunan Rasulullah saw? ataukah anda menjadi salah satu yg memvonis Nabi Muhammad tidak memiliki keturunan ..asal anda tau Allah telah menjawabnya dalam surah al qautsar innasyaniaka huwal abtar.
HapusMasya Allah ini org ga Faham Alquran dan hadits....memang susah kl pikiran itu sempit dan hati semoit memahami Alquran dan Hadits secara Hitam atau Putih...dan hanya Tekstual saja. menuntut Ilmu kpd yg memiliki Kota Ilmu dan memiliki Akhlaq yg Mulia agar dpt membuja Rahasua Ilmu dlm Akquran dan Hadits serta Sunnah Nabi dan Sahabatnya juga Atsar2 nya Riwayat dan Peristiwa turunnya Ayat dan Sikap Nabi dlm setiap Keadaan bersama Sahabat2 nya. itu semua dikaji yg mendalam dan dioekajari dgn beberapa Ulama/ Guru2 yg mumpuni Ilmu dan Akhlaqnya....baru kita dpt Merasakan dan Menikmati Hikmah dr Pandangan Allah SWT dan Pandangan Rasulullah SAW kpd kita Umnat dan hambanya. Jgn bertindak bodoh dan Sombong seperti Yahudi dan kaum Pembangkang atas kebijakan Allah atas Makhluknya...jgn suka membantah tp malas belajar dan ibadah....jgn suka remehkan Ulama apalagi sesamamu. Utk menjadi Habaib atau Syarifah itu Maunya Allah bukan Radulullah minta atau si Habib mau.tp Kehendak Allah dpy Kesucia Agama nya terjaga so kembali di hr yg Ditentukan.kita seharusnya banyak2 bersyukur menjadi Ummat Rasulullah yg paling dicintai dan dijaga. kl Anda ditakdirkan oleh Allah menjadi Ummat Yahudi? Ummat Nabi Musa yg Kafir? atau Ummat yg hidup didepan mata Nabi tp menjadi musuh Nabi jrn ikut Abu Lahab Abu Jahal...??? maka kl skrg msh jadi Abu Jahil yah sbr dan bersyukur pelan2 menuntut Ilmu spy paham dan dpt ber Amal Soleh yg baik dan Sopan Santun kpd Nabi lewat Keturunannya. yaaa Selamat Berjuang utk Ummat.
BalasHapusBuat semuanya Sebaiknya kita semua sama-sama belajar dan memperdalam islam dengan merujuk kepada Al-quran & Hadist, dan RasuluLLah SAW diutus sbgai nabi terakhir dan agama islam telah sempurna tdak ada yang kurang, karena mulai hal yang paling kecil smpai yg pling besar sdah diajarkn, misal "doa pakai bju, buka baju, msuk KM, kluar KM, kluar rmh, doa prjlann, doa jnguk org skit, do jnguk jenaza, aturan ptong kuku dll sangaaaat bnyak dan sdah diajarkan semua oleh Nabi Muhammad SAW, tidak ada ajaran yg terlewatkan, klo ada dri kita ingin bljar agama atau ingin tau hkum" islam atau doa" atau zikir", sholat wjib, shlt istikharo, shlt thjud, shlt dhuha, shlt fajr dll msih bnyak lgi, itu sdah ada dan sudah diajarkan semua oleh Nabi Muhammad SAW, jdi sbaiknya kita sama" beljar islam mebgikuti apa yg diajarkan Nabi Saw, jgan kita prmasalahkn masalah nasab atau keturunan, kita sudah pinter" semua, bagi yg merasa keturunan Nabi SAW silahkan tunjukkan ahlak nabi, buat yg merasa bukan keturunan nabi ya sudah dinikmati dan disyukuri saja, klo pun ada yang faham mngenai nasab Nabi SAW sdahlah smentra disimpen dhulu jgan di publish dsini agar tdak mnjadi polemik baru.
BalasHapusSya sndri jga msih bljar utk mmperdlam islam, smpai ada prtnyaan dri tmen yg sya bnggung jwabnya :
Tman : apa yg dimaksud bi'ad ? Krna ada aliran yg suka bilang bi'ad,
Sya: setau sya bi'ad adalah "URUSAN AGAMA" yg gk pernah diajarkan Nabi tpi kita jalani.
Tmen : klo kita naik mobil / pke tlpon itu bi'ad bukan ? Kn tidak ada dijaman nabi ?
Sya" : "urusan agama" bkan urusan dunia
Tmen: iya sya mngerti skrg, bgaimana dg hkum" lainya ttg sesuatu kgiatan yg tjuanya baik dan doa"anya adlah puji"an kpda nabi Saw,
Sya : sepelit"nya orang adlah orng yg tdak mau bersholawat kpda Nabi SAW, kita sdah diajarkn semwa adab" bersholawat, dan smwa sdah diajarkan oleh nabi sprti yg sya blang diatas tdi, insyaAllah semua sudah diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw, karena Nabi Muhammad di bimbing Allah langsung melalui malaikat jibril, jadi insyaAllah tidak ada yg kurang dalam agama islam,
Tmen : zman Nabi dlu kan sering perang juga, dan shabat juga bnyak yg jatuh jdi korban dlam perang, ap Nabi Saw mndoakan jenazah seperti kita kbnyakan saat ini ?
Sya : setau sya tdak prnah diajarkn ato dianjurkan.
Wallahu'alam bishowab, jika ada ksalahan itu dri sya pribadi krna kbenaran hanyak milik Allah dan Rasul.
Jaga persatuan dg tetap saling menghormati dan tdak merendahkn yg lain.
Hadith yg anda gunakkan untuk mendukung ideologi kmu semuanya dhaif dn gk biss jadi hujjah.dan ayat kmu putar kan maknanya menurut otak kmu sahaja.tidaķ junur dn tidak bener tawilan kmu itu .
BalasHapusHadith yg anda gunakkan untuk mendukung ideologi kmu semuanya dhaif dn gk biss jadi hujjah.dan ayat kmu putar kan maknanya menurut otak kmu sahaja.tidaķ junur dn tidak bener tawilan kmu itu .
BalasHapusHadith yg anda gunakkan untuk mendukung ideologi kmu semuanya dhaif dn gk bisa jadi hujjah.dan ayat kmu putar kan maknanya menurut otak kmu sahaja.tidaķ jujur dn tidak bener tawilan kmu itu .
BalasHapusHadith yg anda gunakkan untuk mendukung ideologi kmu semuanya dhaif dn gk bisa jadi hujjah.dan ayat kmu putar kan maknanya menurut otak kmu sahaja.tidaķ jujur dn tidak bener tawilan kmu itu .
BalasHapusjangan marah2 bagi yg tdk setuju dg larangan dan kafa'ah menikah bagi syarifah, dan bagi yang setuju bahkan membela dengan darahpun mereka siap,jangan sampe jg terjadi pertumpahan darah,artinya sejak zaman sahabat khulafa'ur rasyidin pun terjadi perselisihan pendapat tapi tidak meruncing seperti pada waktu (ketika) dan setelah zaman ali bin abi thalib menjadi khalifah,dari situ seharusnya kita bisa bercermin bhw seorang manusia biasa tetaplah manusia yg tidak mungkin berubah seorang malaikat yang suci/terjaga (maksum) dari perbuatan dosa, tapi dalam urusan penafsiran hukum2 allah swt dan rosulnya tentu saja manusia bisa saja khilaf dalam menafsirkan maupun menerapkannya, untuk itu sangatlah dimaklumi bila terjadi khilafiyyah tersebut, rosulullah saw ketika membuat perjanjian hudaibiyah setelah itu sempat dikritik oleh sahabatnya umar bin khattab r.a, tapi dengan kesantunan akhlaknya yang saat tinggi, beliau (rosulullah saw) tidak marah bahkan memuji kritikan umar r.a sebagai hal yang baik tidak pernah dalam marahnya rosulullah saw mengucapkan kata-kata kasar bahkan kotor ataupun semacamnya,karena itu konflik of interest yang sebenarnya tetap ada saat beliau (rosulullah saw) berkuasa, di kalangan pengikutnya tidak pernah terjadi pertikaian dan sosok rosulullah saw ini pun selalu menjadi panutan ummat dan fatwah2nya tidak pernah dibantah saat itu,lalu setelah zaman yang disebut oleh para ulama sebagai zaman fitnah awwal, maka nilai-nilai kepercayaan dan kepemimpinan merosot jauh saat itu,jadi wajar kalau sekarangpun terjadi penolakan-penolakan dan kemerosotan yang sangat jauh sekali, kita ini adalah generasi terakhir dan ummat islam yang paling hina dan jauh kemuliaannya dibanding derajat para sahabat rosulullah saw, dan sangat wajar sekali kita (ummat Islam) sekarang berada jauh dalam jurang keterpurukannya, NASTAGHFIRULLAHAL 'AZHIMAL 'ALIMAL HALIM
BalasHapus